|
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN |
BUDIDAYA BURUNG WALET |
( |
Collacalia fuciphaga ) |
1. SEJARAH SINGKAT |
Burung Walet merupakan burung pemakan serangga yang bersifat aerial dan |
suka meluncur. Burung ini berwarna gelap, terbangnya cepat dengan ukuran |
tubuh sedang/kecil, dan memiliki sayap berbentuk sabit yang sempit dan |
runcing, kakinya sangat kecil begitu juga paruhnya dan jenis burung ini tidak |
pernah hinggap di pohon. |
Burung walet mempunyai kebiasaan berdiam di gua-gua atau rumah-rumah |
yang cukup lembab, remang-remang sampai gelap dan menggunakan langit- |
langit untuk menempelkan sarang sebagai tempat beristirahat dan berbiak. |
2. SENTRA PERIKANAN |
Sentra Peternakan burung puyuh banyak terdapat di Sumatera, Jawa Barat, |
Jawa Timur dan Jawa Tengah |
Hal. 1/ 10 |
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi |
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340 |
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id |
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN |
3. JENIS |
Klasifikasi burung walet adalah sebagai berikut: |
Superorder : |
Apomorphae |
Order : |
Apodiformes |
Family : |
Apodidae |
Sub Family : |
Apodenae |
Tribes |
: Collacaliini |
Genera : |
Collacalia |
Species : |
Collacaliafuciphaga |
4. MANFAAT |
Hasil dari peternakan walet ini adalah sarangnya yang terbuat dari air liurnya |
( |
saliva |
). Sarang walet ini selain mempunyai harga yang tinggi, juga dapat |
bermanfaat bagi duni kesehatan. Sarang walet berguna untuk menyembuhkan |
paru-paru, panas dalam, melancarkan peredaran darah dan penambah tenaga. |
5. PERSYARATAN LOKASI |
Persyaratan lingkungan lokasi kandang adalah: |
1) Dataran rendah dengan ketinggian maksimum 1000 m dpl. |
2) Daerah yang jauh dari jangkauan pengaruh kemajuan teknologi dan |
perkembangan masyarakat. |
3) Daerah yang jauh dari gangguan burung-burung buas pemakan daging. |
4) Persawahan, padang rumput, hutan-hutan terbuka, pantai, danau, sungai, |
rawa-rawa merupakan daerah yang paling tepat. |
6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA |
6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan |
1) Suhu, Kelembaban dan Penerangan |
Gedung untuk kandang walet harus m emiliki suhu, kelem baban dan |
penerangan yang mirip dengan gua-gua alami. Suhu gua alami berkisar |
antara 24-26 derajat C dan kelembaban |
± |
80-95 %. |
Pengaturan kondisi suhu dan kelembaban dilakukan dengan: |
a. Melapisi plafon dengan sekam setebal 20 cm |
b. Membuat saluran-saluran air atau kolam dalam gedung. |
c. Menggunakan ventilasi dari pipa bentuk “L” yang berjaraknya 5 m satu |
lubang, berdiameter 4 cm. |
Hal. 2/ 10 |
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi |
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340 |
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id |
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN |
d. Menutup rapat pintu, jendela dan lubang yang tidak terpakai. |
e. Pada lubang keluar masuk diberi penangkal sinar yang berbentuk corong |
dari goni atau kain berwarna hitam sehingga keadaan dalam gedung akan |
lebih gelap. Suasana gelap lebih disenangi walet. |
2) Bentuk dan Konstruksi Gedung |
Umumnya, rumah walet seperti bangunan gedung besar, luasnya bervariasi |
dari 10x15 m |
2 |
sampai 10x20 m |
2 |
. Makin tinggi wuwungan (bubungan) dan |
semakin besar jarak antara wuwungan dan plafon, makin baik rumah walet |
dan lebih disukai burung walet. Rumah tidak boleh tertutup oleh pepohonan |
tinggi. |
Tembok gedung dibuat dari dinding berplester sedangkan bagian luar dari |
campuran semen. Bagian dalam tembok sebaiknya dibuat dari campuran |
pasir, kapur dan semen dengan perbandingan 3:2:1 yang sangat baik untuk |
mengendalikan suhu dan kelembaban udara. Untuk mengurangi bau semen |
dapat disirami air setiap hari. |
Kerangka atap dan sekat tempat melekatnya sarang-sarang dibuat dari kayu- |
kayu yang kuat, tua dan tahan lama, awet, tidak mudah dimakan rengat. |
Atapnya terbuat dari genting. |
Gedung walet perlu dilengkapi dengan |
roving |
room |
sebagai tempat berputar- |
putar dan |
resting room |
sebagai tempat untuk beristirahat dan bersarang. |
Lubang tempat keluar masuk burung berukuran 20x20 atau 20x35 cm |
2 |
dibuat di bagian atas. Jumlah lubang tergantung pada kebutuhan dan kondisi |
gedung. Letaknya lubang jangan menghadap ke timur dan dinding lubang |
dicat hitam. |
6.2. Pembibitan |
Umumnya para peternak burung walet melakukan dengan tidak sengaja. |
Banyaknya burung walet yang mengitari bangunan rumah dimanfaatkan oleh |
para peternak tersebut. Untuk memancing burung agar lebih banyak lagi, |
pemilik rumah menyiapkan tape recorder yang berisi rekaman suara burung |
Walet. Ada juga yang melakukan penumpukan jerami yang menghasilkan |
serangga-serangga kecil sebagai bahan makanan burung walet. |
1) Pemilihan Bibit dan Calon Induk |
Sebagai induk walet dipilih burung sriti yang diusahakan agar mau bersarang |
di dalam gedung baru. Cara untuk memancing burung sriti agar masuk |
dalam gedung baru tersebut dengan menggunakan kaset rekaman dari |
wuara walet atau sriti. Pemutaran ini dilakukan pada jam 16.00–18.00, yaitu |
waktu burung kembali mencari makan. |
Hal. 3/ 10 |
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi |
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340 |
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id |
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN |
2) Perawatan Bibit dan Calon Induk |
Di dalam usaha budidaya walet, perlu disiapkan telur walet untuk ditetaskan |
pada sarang burung sriti. Telur dapat diperoleh dari pemilik gedung walet |
yang sedang melakukan “panen cara buang telur”. Panen ini dilaksanakan |
setelah burung walet membuat sarang dan bertelur dua butir. Telur walet |
diambil dan dibuang kemudian sarangnya diambil. Telur yang dibuang dalam |
panen ini dapat dimanfaatkan untuk memperbanyak populasi burung walet |
dengan menetaskannya di dalam sarang sriti. |
a. Memilih Telur Walet |
Telur yang dipanen terdiri dari 3 macam warna, yaitu : |
- Merah muda, telur yang baru keluar dari kloaka induk berumur 0–5 hari. |
- Putih kemerahan, berumur 6–10 hari. |
- Putih pekat kehitaman, mendekati waktu menetas berumur 10–15 hari. |
Telur walet berbentuk bulat panjang, ukuran 2,014x1,353 cm dengan |
berat 1,97 gram. Ciri telur yang baik harus kelihatan segar dan tidak boleh |
menginap kecuali dalam mesin tetas. Telur tetas yang baik mempunyai |
kantung udara yang relatif kecil. Stabil dan tidak bergeser dari tempatnya. |
Letak kuning telur harus ada ditengah dan tidak bergerak-gerak, tidak |
ditemukan bintik darah. Penentuan kualitas telur di atas dilakukan dengan |
peneropongan. |
b. Membawa Telur Walet |
Telur yang didapat dari tempat yang jaraknya dekat dapat berupa telur |
yang masih muda atau setengah tua. Sedangkan telur dari jarak jauh, |
sebaiknya berupa telur yang sudah mendekati menetas. |
Telur disusun dalam spon yang berlubang dengan diameter 1 cm. Spon |
dimasukkan ke dalam keranjang plastik berlubang kemudian ditutup. |
Guncangan kendaraan dan AC yang terlalu dingin dapat mengakibatkan |
telur mati. Telur muda memiliki angka kematian hampir 80% sedangkan |
telur tua lebih rendah. |
3) Penetasan Telur Walet |
a. Cara menetaskan telur walet pada sarang sriti. |
Pada saat musim bertelur burung sriti tiba, telur sriti diganti dengan telur |
walet. Pengambilan telur harus dengan sendok plastik atau kertas tisue |
untuk menghindari kerusakan dan pencemaran telur yang dapat |
menyebabkan burung sriti tidak mau mengeraminya. Penggantian telur |
dilakukan pada siang hari saat burung sriti keluar gedung mencari makan. |
Selanjutnya telur-telur walet tersebut akan dierami oleh burung sriti dan |
setelah menetas akan diasuh sampai burung walet dapat terbang serta |
mencari makan. |
Hal. 4/ 10 |
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi |
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340 |
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id |
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN |
b. Menetaskan telur walet pada mesin penetas |
Suhu mesin penetas sekitar 40 |
0 |
C dengan kelembaban 70%. Untuk |
memperoleh kelembaban tersebut dilakukan dengan menempatkan piring |
atau cawan berisi air di bagian bawah rak telur. Diusahakan agar air |
didalam cawan tersebut tidak habis. |
Telur-telur dimasukan ke dalam rak telur secara merata atau mendata dan |
jangan tumpang tindih. Dua kali sehari posisi telur-telur dibalik dengan |
hati-hati untuk menghindari kerusakan embrio. Di hari ketiga dilakukan |
peneropongan telur. Telur-telur yang kosong dan yang embrionya mati |
dibuang. Embrio mati tandanya dapat terlihat pada bagian tengah telur |
terdapat lingkaran darah yang gelap. Sedangkan telur yang embrionya |
hidup akan terlihat seperti sarang laba-laba. Pembalikan telur dilakukan |
sampai hari ke-12. |
Selama penetasan mesin tidak boleh dibuka kecuali untuk keperluan |
pembalikan atau mengisi cawan pengatur kelembaban. Setelah 13–15 |
hari telur akan menetas. |
6.3. Pemeliharaan |
1) Perawatan Ternak |
Anak burung walet yang baru menetas tidak berbulu dan sangat lemah. Anak |
walet yang belum mampu makan sendir perlu disuapi dengan telur semut |
(kroto segar) tiga kali sehari. Selama 2–3 hari anak walet ini masih |
memerlukan pemanasan yang stabil dan intensif sehingga tidak perlu |
dikeluarkan dari mesin tetas. Setelah itu, temperatur boleh diturunkan 1–2 |
derajat/hari dengan cara membuka lubang udara mesin. |
Setelah berumur |
± |
10 hari saat bulu-bulu sudah tumbuh anak walet |
dipindahkan ke dalam kotak khusus. Kotak ini dilengkapi dengan alat |
pemanas yang diletakan ditengah atau pojok kotak. |
Setelah berumur 43 hari, anak-anak walet yang sudah siap terbang dibawa |
ke gedung pada malam hari, kemudian dletakan dalam rak untuk pelepasan. |
Tinggi rak minimal 2 m dari lantai. Dengan ketinggian ini, anak waket akan |
dapat terbang pada keesokan harinya dan mengikuti cara terbang walet |
dewasa. |
2) Sumber Pakan |
Burung walet merupakan burung liar yang mencari makan sendiri. |
Makanannya adalah serangga-serangga kecil yang ada di daerah |
pesawahan, tanah terbuka, hutan dan pantai/perairan. Untuk mendapatkan |
sarang walet yang memuaskan, pengelola rumah walet harus menyediakan |
Hal. 5/ 10 |
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi |
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340 |
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id |
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN |
makanan tambahan terutama untuk musim kemarau. Beberapa cara untuk |
mengasilkan serangga adalah: |
a. menanam tanaman dengan tumpang sari. |
b. budidaya serangga yaitu kutu gaplek dan nyamuk. |
c. membuat kolam dipekarangan rumah walet. |
d. menumpuk buah-buah busuk di pekarangan rumah. |
3) Pemeliharaan Kandang |
Apabila gedung sudah lama dihuni oleh walet, kotoran yang menumpuk di |
lantai harus dibersihkan. Kotoran ini tidak dibuang tetapi dimasukan dalam |
karung dan disimpan di gedung. |
7. HAMA DAN PENYAKIT |
1) Tikus |
Hama ini memakan telur, anak burung walet bahkan sarangnya. Tikus |
mendatangkan suara gaduh dan kotoran serta air kencingnya dapat |
menyebabkan suhu yang tidak nyaman. Cara pencegahan tikus dengan |
menutup semua lubang, tidak menimbun barang bekas dan kayu-kayu yang |
akan digunakan untuk sarang tikus. |
2) Semut |
Semut api dan semut gatal memakan anak walet dan mengganggu burung |
walet yang sedang bertelur. Cara pemberantasan dengan memberi umpan |
agar semut-semut yang ada di luar sarang mengerumuninya. Setelah itu |
semut disiram dengan air panas. |
3) Kecoa |
Binatang ini memakan sarang burung sehingga tubuhnya cacat, kecil dan |
tidak sempurna. Cara pemberantasan dengan menyemprot insektisida, |
menjaga kebersihan dan membuang barang yang tidak diperlukan dibuang |
agar tidak menjadi tempat persembunyian. |
4) Cicak dan Tokek |
Binatang ini memakan telur dan sarang walet. Tokek dapat memakan anak |
burung walet. Kotorannya dapat mencemari raungan dan suhu yang |
ditimbulkan mengganggu ketenangan burung walet. Cara pemberantasan |
dengan diusir, ditangkap sedangkan penanggulangan dengan membuat |
saluran air di sekitar pagar untuk penghalang, tembok bagian luar dibuat licin |
dan dicat dan lubang-lubang yang tidak digunakan ditutup. |
Hal. 6/ 10 |
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi |
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340 |
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id |
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN |
8. PANEN |
Sarang burung walet dapat diambil atau dipanen apabila keadaannya sudah |
memungkinkan untuk dipetik. Untuk melakukan pemetikan perlu cara dan |
ketentuan tertentu agar hasil yang diperoleh bisa memenuhi mutu sarang walet |
yang baik. Jika terjadi kesalahan dalam menanen akan berakibat fatal bagi |
gedung dan burung walet itu sendiri. Ada kemungkinan burung walet merasa |
tergangggu dan pindah tempat. Untuk mencegah kemungkinan tersebut, para |
pemilik gedung perlu mengetahui teknik atau pola dan waktu pemanenan. |
Pola panen sarang burung dapat dilakukan oleh pengelola gedung walet |
dengan beberapa cara, yaitu: |
1) Panen rampasan |
Cara ini dilaksanakan setelah sarang siap dipakai untuk bertelur, tetapi |
pasangan walet itu belum sempat bertelur. Cara ini mempunyai keuntungan |
yaitu jarak waktu panen cepat, kualitas sarang burung bagus dan total |
produksi sarang burung pertahun lebih banyak. Kelemahan cara ini tidak |
baik dalam pelestaraian burung walrt karena tidak ada peremajaan. |
Kondisinya lemah karena dipicu untuk terus menerus membuat sarang |
sehingga tidak ada waktu istirahat. Kualitas sarangnya pun merosot menjadi |
kecil dan tipis karena produksi air liur tidak mampu mengimbangi pemacuan |
waktu untuk membuat sarang dan bertelur. |
2) Panen Buang Telur |
Cara ini dilaksanankan setelah burung membuat sarang dan bertelur dua |
butir. Telur diambil dan dibuang kemudian sarangnya diambil. Pola ini |
mempunyai keuntungan yaitu dalam setahun dapat dilakukan panen hingga |
4 kali dan mutu sarang yang dihasilkan pun baik karena sempurna dan tebal. |
Adapun kelemahannya yakni, tidak ada kesempatan bagi walet untuk |
menetaskan telurnya. |
3) Panen Penetasan |
Pada pola ini sarang dapat dipanen ketika anak-anak walet menetas dan |
sudah bisa terbang. Kelemahan pola ini, mutu sarang rendah karena sudah |
mulai rusak dan dicemari oleh kotorannya. Sedangkan keuntungannya |
adalah burung walet dapat berkembang biak dengan tenang dan aman |
sehingga polulasi burung dapat meningkat. |
Adapun waktu panen adalah: |
1) Panen 4 kali setahun |
Panen ini dilakukan apabila walet sudah kerasan dengan rumah yang dihuni |
dan telah padat populasinya. Cara yang dipakai yaitu panen pertama |
dilakukan dengan pola panen rampasan. Sedangkan untuk panen |
selanjutnya dengan pola buang telur. |
Hal. 7/ 10 |
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi |
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340 |
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar